Jumat, 25 November 2011

pencegahan infeksi dengan cara mencuci tangan bagi perawat

Pencegahan Infeksi dengan Cara Mencuci Tangan

CUCILAH TANGAN SEBELUM KE PASIEN !!!









Mikroorganisme banyak ditemukan di sekitar kehidupan kita terutama di lingkungan klinis keperawatan. Mikroorganisme adalah makhluk mikroskopik yang mampu melakukan proses kehidupan misalnya bakteri, virus dan jamur (Potter & Perry, 2005). Organisme ini dapat menyebabkan timbulnya macam-macam masalah kesehatan dalam tubuh manusia termasuk infeksi nosokomial yang sering terjadi di lingkungan klinis. Mikroorganisme ini dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian tangan dengan teknik yang benar menggunakan sabun atau deterjen (Achmadi, U.F, 2005).
Pencucian tangan merupakan salah satu cara pengontrolan infeksi yang sangat mudah dilakukan. Pencucian tangan ini wajib dilakukan sebelum dan setelah perawat melakukan tindakan perawatan namun, bila kita telaah lebih dalam tindakan nyata di lingkungan klinis masih banyak perawat kita yang belum mempunyai tingkat kesadaran tinggi untuk memperhatikan pentingnya cuci tangan bagi kesehatan pasien dan dirinya sendiri. Manfaat ini juga penting dalam mengurangi penyebaran mikroorganisme dan mencegah terjadinya penyakit. Melihat pentingnya hal tersebut maka penulis tertarik mengangkat masalah pengontrolan infeksi di lingkungan klinis dengan cara mencuci tangan.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk menjelaskan kekuatan dan kelemahan dari mencuci tangan dalam lingkungan klinis.
Banyak kehidupan yang hilang setiap tahunnya karena diserang berbagai infeksi dalam lingkungan klinis. Oleh karena itu, tempat klinis mempunyai langkah-langkah tertentu untuk mengurangi penyebaran penyakit menular. Langkah-langkah itu merupakan bagian dari pencegahan infeksi. Teknik yang paling dasar, sederhana dan efektif dalam pengontrolan penularan infeksi di lingkungan klinis adalah mencuci tangan. Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersamaan seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah aliran air dikutip dari Larson tahun 1995 (Poter & Perry, 2005).
Menurut Asosiasi Kedokteran Microbiologist tahun 1995 perawat di lingkungan klinis diindikasikan untuk mencuci tangan sebelum melakukan tindakan misalnya saat memulai tindakan perawatan seperti pemasangan infus, pemberian obat pasien, kontak langsung dengan pasien saat melakukan pemeriksaan hingga sampai saat perawat hendak pulang, dan perawat juga wajib mencuci tangan sesudah melakukan tindakan perawatan karena kemungkinan besar akan terjadi pencemaran atau bahkan penularan seperti setelah memegang alat-alat medis pasien, setelah membuka sarung tangan, setelah memandikan pasien bed rest total, dll. Pernyataan itu di dukung oleh teori standar precaution yang menyatakan “mencuci tangan setelah tersentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi, dan segala sesuatu yang telah terkontaminasi. Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan dan kontak dengan pasien. Jauhi penyebaran infeksi mikroorganisme kepada pasien dan lingkungan”.
The Center for Disease Control (CDC) dan Public Health Service menyarankan kegiatan mencuci tangan ini sebaiknya dilakukan paling sedikit 10-15 detik dikutip dari Garner dan Favero tahun 1986 (Poter & Perry, 2005) dan diperlukan juga beberapa sarana mencuci tangan di lingkungan klinis yaitu adanya air mengalir karena telah dibuktikan mikroorganisme akan terlepas dari permukaan kulit karena bila menggunakan gayung atau ember maka mikroorganisme akan menempel di gagang gayung atau ember dan percikan air tersebut kemungkinan besar akan masuk ke tempat penampungan air bersih, sabun/deterjen sebagai alat pelicin sehingga mikroorganisme terlepas dengan mudahnya dari permukaan kulit namun lebih baik menggunakan sabun antimikroba berbentuk cairan karena bila berbentuk padatan kemungkinan besar mikroorganisme akan menempel di sabun tersebut, larutan antiseptik/antimikroba topikal digunakan untuk menghambat bahkan membunuh aktivitas kerja mikroorganisme di kulit kita namun larutan antiseptik yang paling baik digunakan adalah yang tidak mengakibatkan iritasi kulit, efektif untuk sekali pakai dan tidak perlu berulang-ulang, dapat diterima secara visual maupun estetik contohnya seperti yang dipakai di rumah sakit - rumah sakit besar kebanyakan mereka menggunakan chlorhexedin sebagai larutan antiseptik, dan sarana pengering tangan seperti handuk, tisu, kertas atau handuk katun untuk sekali pemakaian.
Selain itu melakukan pencucian tangan juga dapat dilakukan dengan tiga cara yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan antara lain mencuci tangan higienik (rutin) yang bertujuan untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunakan sabun atau deterjen dengan lama waktu 10-20 detik, mencuci tangan aseptik yang dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik dengan lama waktu 1 menit dan mencuci tangan bedah (surgical handscrub) dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril dengan lama waktu 3-5 menit (Achmadi, U.F, 2005).
Bermacam prosedur yang telah ditetapkan The Central for Disease Control and prevention mengenai pencucian tangan namun masih banyak perawat yang tidak mempunyai kesadaran tinggi tentang pentingnya mencuci tangan padahal mencuci tangan mempunyai kekuatan/kelebihan bagi kesehatan perawat yaitu untuk mengurangi mikroorganisme di tangan, menciptakan hiegene diri dan lingkungan hingga mencegah penyakit menular yang disebabkan dari mikroorganisme seperti infeksi sedangkan pentingnya mencuci tangan yang dapat dirasakan pasien yaitu kemungkinan besar tidak akan ada penyakit yang dapat memperburuk kesehatan pasien misalnya pasien “A” terserang penyakit Diabetes Militus namun karena perawat-perawat tetap menjaga kebersihan tangan maka kemungkinan besar pasien “A” tidak akan menderita penyakit tambahan selama pasien berada di lingkungan klinis.
Kekurangan/kelemahan dari mencuci tangan bila dihubungkan dengan kesehatan yaitu seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering bahkan pecah-pecah, bila dihubungkan dengan adanya pembatasan pengeluaran biaya dari pihak klinis tempat perawat bekerja maka akan terjadi minimnya persediaan tisu, sabun yang ada dan air yang dikeluarkan setiap harinya karena masing-masing perawat mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda dalam mencuci tangan, bila dihubungkan dengan waktu dalam setiap shift perawat akan lebih banyak memutuskan untuk mencuci tangan dengan tidak memperhatikan prosedur karena kebanyakan mereka menganggap waktu mereka akan habis begitu saja untuk terus-menerus mencuci tangan sedangkan setiap perawat diberi tanggung jawab untuk merawat beberapa pasien dengan seluruh kebutuhannya.
Jadi, solusi yang dapat penulis ambil yaitu walaupun kegiatan infeksi kontrol dengan mencuci tangan itu merupakan cara yang sangat sederhana dan juga tidak luput dari kelemahan-kelemahan yang ada maka kemungkinan akan lebih baik bila pelayanan yang diberikan kepada pasien lebih ditingkatkan misalnya meningkatkan kesadaran akan mencuci tangan sehingga tidak akan ada lagi penularan infeksi nosokomial di lingkungan klinis karena ditularkan oleh si pemberi pelayanan kesehatan/perawat dan akan lebih baik bila mempunyai penilaian positif terhadap kegiatan mencuci tangan karena mencuci tangan itu sendiri mempunyai kekuatan untuk mampu menjaga kesehatan perawat dan juga pasien.
 KESIMPULAN
Mikroorganisme paling banyak ditemukan di lingkungan klinis keperawatan oleh sebab itu perawat diperlukan untuk tetap melakukan infeksi kontrol dengan cara mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan kegiatan sederhana namun efektif dalam pencegahan infeksi asalkan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Perawat diindikasikan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan. Hal itu disebabkan karena kemungkinan besar mikroorganisme melakukan penyebaran maka dalam mencuci tangan diperlukan sarana cuci tangan yang sesuai standar kesehatan yaitu adanya air mengalir, sabun atau deterjen cair, larutan antiseptik dan adanya sarana pengering tangan seperti handuk, tisu, kertas atau handuk katun untuk sekali pemakaian. Mencuci tangan itu juga dapat dilakukan dengan tiga cara yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan antara lain mencuci tangan higienik (rutin), mencuci tangan aseptik, dan mencuci tangan bedah (surgical handscrub).
Mencuci tangan juga mempunyai kelemahan dan kekuatan tersendiri. Kekuatan dari mencuci tangan yaitu mengurangi mikroorganisme di tangan, menciptakan hiegene diri dan lingkungan hingga mencegah penyakit menular yang disebabkan dari mikroorganisme seperti infeksi sedangkan kelemahannya yaitu seringnya mencuci tangan akan membuat kulit kering dan pecah-pecah, akan memboroskan penggunaan waktu, persediaan tisu, air, dan sabun.
Jadi, solusi yang dapat diambil yaitu walaupun kegiatan infeksi kontrol dengan mencuci tangan itu merupakan cara yang sangat sederhana namun akan lebih baik bila pelayanan yang diberikan kepada pasien lebih ditingkatkan misalnya meningkatkan kesadaran akan mencuci tangan sehingga tidak akan ada lagi penularan infeksi nosokomial di lingkungan klinis karena ditularkan oleh si pemberi pelayanan kesehatan/perawat.

REFERENSI
Achmadi, U.F. (2005). Pedoman pelaksana kewaspadaan universal di pelayanan kesehatan. Jakarta: Bakti Husada.
Aziz, A.M. (2009).Variations in aseptic technique and implications for infection control. Jurnal of infection control. Retrieved March, 29, 2009 from http://ezproxy.library.uph.ac.id:2104/ehost/pdf?vid=12&hid=114&sid=b6c7f3ab-7f65-40be-8c49-105d8f51bd5b%40sessionmgr107
Contino, D. (2008). Hand washing is key to stop infection spread. Journal of control infection. Retrieved March 28, 2009 from

Tidak ada komentar:

Posting Komentar