Jumat, 25 November 2011

asuhan keperawatan diare

Diare adalah defekasi yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, sedangkan untuk bayi yang berumur lebih dari 1 bulan dan bila frekuensinya lebih dari 3 kali (FKUI, 1997. Hal : 238).
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan cairan (Suriadi, 2001. Hal : 83).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses dapat berwarna hijau, dapat juga bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiah, 1997. Hal : 143).

A.    Patofisiologi
1.      Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a.       Faktor infeksi
1)      Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare anak infeksi enteral ini meliputi :
a)      Infeksi bakteri : Vibrio, Escherchia coli, Salmonella, Compylobacteri, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b)      Infeksi virus : Enterovirus (Echovirus, Coxsackivirus dan Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
c)      Infeksi parasit : cacing Carcariis, Trichiuris, Protozoa (Entameoba histolitika, Glandia lamblia, Trichomonas homunis) dan jamur (Candida albicans).
2)      Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia dan ensefalitis. Infeksi parentaral ini terjadi pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b.      Faktor malabsorbsi
1)      Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa sukrosa), monosakarida (intoleransi, glukosa, fruktosa dan galaktosa) pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
2)      Malabsorbsi lemak.
3)      Malabsorbsi protein.
c.       Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d.      Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar (FKUI, 2002. Hal : 283).



2.      Patogenesis
 
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare, adalah sebagai berikut:
a.       Gangguan osmotik
Akibat terdapat tekanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal : oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c.       Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebih yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.
d.      Patogenesis diare akut
Masuknya jasad renik y
ang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, ke lambung sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus menyebabkan terjadinya peningkatan peristaltik usus meningkat sehingga kesempatan usus untuk menyerap makanan berkurang, sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebih yang selanjutnya dapat menyebabkan diare.
e.       Dehidrasi disebabkan.
1)      Intake kurang.
a)      Kurang minum.
b)      Anoreksia.
c)      Hipodipsi karena fungsi hipotalamus terganggu.
2)      Pengeluaran meningkat.
a)      Keringat banyak atau insisible loss meningkat.
b)      Osmotik diuretik renal loss.
c)      Non osmotik : diabetes insifidus defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik.
d)     Kehilangan natrium : Na lossing nefropati, pemakaian diuretik.
e)      Kehilangan melalui saluran pencernaan : diare, ileostomi, muntah, fistula.
3.      Manifestasi klinik
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan berkurang, kemudian timbul diare, tinja cair dengan/tanpa lendir/darah warna tinja berubah kehijauan anus dan daerah sekitarnya lecet.
a.       Kriteria penentuan derajat dehidrasi menurut Haroen Noersid :
1)      Dehidrasi ringan : rasa haus, oliguria ringan.
2)      Dehidrasi sedangkan : keadaan jaringan : turgor kulit, ubun-ubun besar cekung.
3)      Dehidrasi berat : tanda-tanda vital : susunan saraf pusat somnolen, soporokoma, pulmokardiovaskuler, kusmaul, renjatan.
b.      Klasifikasi dehidrasi.
1)      Dehidrasi ringan : BB menurun 3 %-5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kg.
2)      Dehidrasi sedang : BB menurun 6 %-9 % dengan volume cairan yang hilang 50-90 ml/kg.
3)      Dehidrasi berat : BB menurun > 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan 1> 100 ml/kg.
c.       Kebutuhan dan tanda klinis dehidrasi.
1)      Rasa haus.
2)      Elastisitas (turgor dan tonus) kulit menurun.
3)      Bibir dan mulut kering.
4)      Mata cekung.
5)      Ubun-ubun besar cekung.
6)      Oliguria atau onuria.
7)      Tekanan darah rendah.
8)      Takikardi.
9)      Kesadaran menurun.

4.      Komplikasi
a.       Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipovolemik, isotonik, hipertonik).
b.      Renjatan hipovolemik.
c.       Hipokalemia.
d.      Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan deferensiasi enzim laktase.
e.       Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare).
f.       Hipoglikemi.
g.      Hipokalsemia.
h.      Kardiak disritmia akibat hipokalemia dan kalsemia.
i.        Asidosis .
j.        Kematian.

B.     Penatalaksanaan
1.      Tes diagnostik
Pemeriksaan tinja, makroskopis, mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi glukosa, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
2.      Terapi
a.       Pemberian cairan baik oral maupun parenteral.
b.      Dietetik (cara pemberian makanan).
Untuk anak dibawah usia satu tahun.
1)     Susu (ASI dan Formula).
2)      Makanan setengah padat.
3)      Susu khusus yang tidak mengandung laktosa/asam lunak.
c.       Obat-obatan.
1)      Anti sekresi.
a)      Asetosal dosis 25 mg/th minuman 30 mg.
b)      Klorpramazin dosis 0,5 mg/kg BB/hari.
2)      Obat sposmolitik (Papaferin, Eksabeladona).
3)      Antibiotik (Tetrasiclik 25-50 mg/kg BB/hari.

C.    Konsep Tumbuh Kembang Anak
Usia 28 hari sampai 12 bulan termasuk kategori periode bayi. Pada periode ini, pertumbuhan dan perkembangan yang cepat terjadi pada aspek kognitif, motorik, dan sosial serta pembentukan rasa percaya diri pada anak melalui perhatian dan pemenuhan kebutuhan dasar dan memberikan stimulus sensoris-motor mutlak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena anak masih bergantung  secara total pada lingkungan, terutama pada keluarga sebagai lingkungan pertama. (Wong, 2000).
Perkembangan masa bayi berpusat pada aktivitas oral seperti menghisap, menggigit, mengunyah dan mengecap. Hambatan atau ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan oral akan mempengaruhi perkembangan. Penanaman identitas gender pada bayi dimulai dengan adanya perlakuan ibu dan ayah yang berbeda.    (Yupi Supartini, 2000).
1.      Tumbuh kembang anak usia balita 9 bulan
a.       Motorik kasar.
1)      Merangkak dengan abdomen tidak menyentuh lantai.
2)      Berputar ketika duduk (menjangkau kearah belakang untuk mengambil objek).
3)      Menjatuhkan objek dengan sengaja untuk mereka mengambilnya.
b.      Motorik halus.
Menggunakan krayon untuk membuat tanda dikertas.
c.       Vokalisasi.
Meniru suara yang diucapkan.
d.      Sosialisasi.
1)      Mengekspresikan rasa frustasi bila dihalangi.
2)      Bermain ci-luk-ba.

D.    Konsep Hospitalisasi Pada Anak
Dampak hospitalisasi merupakan stresor anak karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan, sehingga respon yang muncul adalah pengalaman yang penuh stress pada anak maupun keluarga, pada anak dapat mengakibatkan cemas akan perpisahan, kehilangan kontrol, perlukaan tubuh dan rasa nyeri sedangkan pada keluarga dapat mengakibatkan ketakutan, kecemasan dan frustasi, reaksi anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang meminimalkan pengaruh negatif dan meningkatkan manfaat seperti dari pengalaman hospitalisasi.

E.   Asuhan Keperawatan Diare
1.     Pengkajian
1)     Data biografi.
2)    Riwayat penyakit dahulu.
3)    Kebiasaan sehari-hari.
1)    Riwayat diare.
2)    Status dehidrasi : ubun-ubun, turgor kulit, mata, membran mukosa mulut.
3)    Tinja/feses : jumlah warna, bau, konsistensi dan waktu buang air besar.
4)    Intake dan output.
5)    Berat badan.
6)    Tingkat aktivitas anak.
7)    Tanda-tanda vital.
8)    Nyeri/kenyamanan.
2.     Diagnosa keperawatan
a.     Kurang volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar (diare) muntah.
b.      Perubahan kebutuhan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
c.       Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan inflamasi usus.
d.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen, tenesmus.
e.       Resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar/iritasi kulit.
f.       Kurang pengetahuan anak/orangtua tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
g.      Cemas dan takut pada anak/orangtua berhubungan dengan hospitalisasi.
h.      Resiko tinggi infeksi pada orang lain berhubungan dengan terinfeksi kuman diare/kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.
i.        Resiko tinggi kurang istirahat tidur berhubungan dengan seringnya buang air besar.
3.      Intervensi keperawatan
a.       Diagnosa pertama : kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar (diare), muntah.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Turgor kulit baik, mual tidak ada, muntah tidak ada, mencret tidak ada,  konsistensi feses pada lunak, mata tidak cekung, nadi dan suhu dalam batas normal, malaise tidak ada, ubun-ubun tidak cekung, frekuensi defekasi 1 kali perhari.
Intervensi :

1)       Monitor tanda-tanda vital (TTV).
2)      Monitor intake output tiap jam dan hitung balance/24 jam.
3)      Timbang berat badan / hari untuk mengkaji dehidrasi.
4)      Observasi status hidrasi klien dan tanda gejala dehidrasi seperti turgor kulit.
5)      Hindari intake cairan (seperti jus dan soft drink).
6)      Berikan obat-obatan sesuai indikasi.
7)      Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
8)      Monitor hasil laboratorium.
9)      Anjurkan pemberian susu rendah laktosa (low laktosa milk).
10)  Pertahankan hidrasi yang adekuat 30-50 ml/kg BB/hari.
b.      Diagnosa kedua : Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan/output yang berlebih.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat.
Kriteria hasil :
Mual tidak ada, muntah tidak ada, makan habis 1 porsi, tenesmus tidak ada, malaise tidak ada, berat badan kembali ideal, diare tidak ada.
Intervensi :
1)      Monitor berat badan dan lingkar lengan atas setiap hari.
2)      Berikan makanan yang disukai anak, beri porsi kecil tapi sering.
3)      Berikan makanan dalam keadaan hangat.
4)      Jaga kebersihan oral.
5)      Hindari pemberian pisang dan apel serta makanan yang beserat.
6)      Anjurkan memberi ASI secara optimal.
7)      Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberi diet makanan.
8)      Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.
c.       Diagnosa ketiga : gangguan eliminasi bowel : diare berhubungan dengan inflamasi usus.
Tujuan : eliminasi bowel anak kembali adekuat.
Kriteria hasil :
Buang air besar 1 kali/hari, konsistensi padat lunak, warna kuning, tidak ada lendir, bising usus normal (5-12 kali/menit).
Intervensi :
1)      Observasi dan catat frekuensi buang air besar, karakteristik dan jumlah.
2)       Tingkatkan tirah baring.
3)      Identifikasi makanan dan cairan yang menimbulkan diare.
4)      Beri masukan cairan peroral secara bertahap.
5)      Monitor bising usus.
6)      Kolaborasi dalam pemberian obat seperti Lacto B.
d.      Diagnosa keempat : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen, tenesmus.
Tujuan : anak menunjukan rasa nyaman nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Skala nyeri 0-3, gelisah tidak ada, anak tampak tenang, keringat tidak ada, nadi 10-140 mmHg, pernafasan 30-40 kali/menit.
Intervensi :
1)      Observasi respon verbal dan non verbal terhadap rasa nyeri.
2)      Monitor tanda-tanda vital.
3)      Ajarkan dan bantu anak dalam melakukan tehnik relaksasi.
4)      Berikan cerita yang menarik untuk mengalihkan perhatian.
5)      Berikan posisi yang nyaman dan massage lembut.
6)      Beri obat sesuai indikasi.
e.       Diagnosa kelima : resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar/iritasi kulit.
Tujuan : integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Turgor kulit elastis, kulit lembab, kulit tidak iritasi, luka-luka/lecet tidak ada, anus tidak memerah.
Intevensi :
1)      Kaji adanya eksoriasi pada daerah bokong dan anus.
2)      Cuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan anus/mengganti popok.
3)      Bersihkan daerah anus dengan  air dan sabun bayi (jangan menggunakan alkohol) yang lembut setiap habis defekasi.
4)      Ganti popok bila basah, usahakan tetap kering dan bersih.
5)      Longgarkan pengikatan popok pada bayi.
6)      Jika terdapat luka / iritasi, beri salep sesuai indikasi seperti daktarin diapers.
f.       Diagnosa keenam : Kurang pengetahuan anak / orang tua tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Anak dan orang tua menunjukan pemahaman tentang kebutuhan perawatan dirumah dan prosedur yang harus diikuti jika diare berulang.
Kriteria hasil :
Keluarga mengatakan pengertian tentang proses penyakit dan aturan diare, keluarga menggunakan kemampuan koping positif yang telah dipelajari, keluarga melakukan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
1)      Kaji pengetahuan anak dan keluarga.
2)      Berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan dan prosedur yang harus diikuti.
3)      Berikan kesempatan untuk bertanya.
4)      Anjurkan orang tua untuk segera membawa anak ke rumah sakit jika diare berulang.
5)      Instruksikan orang tua untuk segera melakukan pencegahan dehidrasi jika diare berulang.


g.      Diagnosa ketujuh : cemas dan takut pada anak / orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan kondisi takut.
Tujuan : kecemasan orang tua dan keluarga berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
Cemas tidak ada, gelisah tidak ada, anak dan keluarga tampak tenang, keluarga dapat menyebutkan pernyakit-penyakit tanda-tanda jika anak sakit dan keluarga dapat menyebutkan cara merawat anaknya dengan diare.
Intervensi :
1)      Jelaskan proses penyakit dan prosedur pengobatan.
2)      Dukung orang tua dan keluarga dalam menerima realita.
3)      Akui pernyataan stress tanpa menyangkal.
4)      Jaga kebersihan, ciptakan lingkungan suasana yang memberikan rasa nyaman.
5)      Batasi pengunjung untuk mencegah terjadinya stress.
6)      Minta keluarga untuk memberikan support mental pada anak.
7)      Beri rangsangan stimulus dan hiburan sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak.
8)      Beri kesempatan pada orang tua untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan.
9)      Beri sentuhan dan hubungan sesering mungkin pada anak.
h.      Diagnosa kedelapan : resiko tinggi penyebaran pada orang lain berhubungan dengan terinfeksi kuman diare / kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.
Tujuan : Infeksi pada orang lain tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Orang lain atau yang kontak dengan klien menunjukkan upaya pencegahan, penularan dengan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien, membersihkan buang air besar dengan memakai sarung tangan dan lain-lain.
Intervensi :
1)      Ajarkan cuci tangan yang benar pada orang tua dan pengunjung.
2)      Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan tempatkan dengan tempat yang khusus.
3)      Gunakan standar pencegahan universal seperti handscoon.
4)      Tempatkan klien di tempat yang khusus.
i.        Diagnosa kesembilan : resiko tinggi gangguan istirahat tidur berhubungan dengan seringnya buang air besar.
Tujuan : Kebutuhan tidur anak terpenuhi.
Kriteria hasil :
Waktu tidur 8-12 jam, kantung mata tidak ada, lingkaran hitam pada mata tidak, anak tidak rewel dan cengeng.


Intervensi :
1)      Kaji dan catat pola tidur.
2)      Beri posisi yang nyaman, massage yang lembut, selimut dan linen yang hangat.
3)      Berikan lingkungan yang tenang selama tidur.
4)      Berikan tempat tidur yang nyaman untuk anak.
5)      Berikan obat sesuai indikasi.
6)      Lakukan intervensi / pemeriksaan pada saat anak terjaga mencegah distraksi saat anak tidur.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar