Jumat, 25 November 2011

DIABETES MELITUS



Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua duanya (American Diabetes Association, 2005). DM merupakan suatu keadaan kronis akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau akibat tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif (WHO, 2008). Diabetes Melitus adalah suatu sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau retensi insulin pada jaringan yang dituju (Kamus Kedokteran Dorland)

Klasifikasi DM.

     Klasifikasi etiologik diabetes mellitus
I.                   Diabetes melitus tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.
A. Proses imunologik
B. Idiopatik
II.                Diabetes melitus tipe 2
Bervariasi mulai predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang  predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi terhadap insulin
 Faktor Risiko

     Penyebab utama DM di era globalisasi ini adalah perubahan dari gaya hidup (pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, dll). Selain itu, ditambah pula dengan adanya stres, kelainan genetika, usia yang semakin lama semakin tua dapat pula menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit DM (http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/diabetes-melitus/. 2008).

     Faktor risiko yang banyak berperan pada DM:
  • Kelainan genetik
Seringkali faktor herediter menyebabkan timbulnya diabetes melalui peningkatan kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi juga mengarah kepada penghancuran sel-sel beta. Pada keadaan lain, kelihatannya ada kecenderungan sederhana dari faktor herediter terhadap degenerasi sel beta.
  • Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis secara dramatis setelah usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
  • Stres
Stres akan meningkatkan kerja metabolism dan meningkatkan kebutuhan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi ini dapat membuat pankreas menjadi lebih mudah rusak, sehingga berdampak pada penurunan insulin.
  • Pola makan yang salah
  • Obesitas
Dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam sel target insulin diseluruh tubuh, jadi membuat jumlah insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik insulin yang biasa.
  • Infeksi
Dapat menyebabkan kerusakan sel-sel pankreas dan berakibat pada penurunan fungsi pankreas (Guyton, 1997; Sujono Riyadi, 2008).

 Patofisiologi

     Sebagian besar patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut:
  • Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah 300 sampai 1200 mg/ dL/ hari.
  • Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak disertai dengan pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya gejala aterosklerosis.
  • Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

     Keadaan patologi tersebut akan berdampak:
  • Hiperglikemia
Didefinisikan sebagai kadar glukosa darah puasa yang tinggi > 126 mg/ dL. Proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:
1)      Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang
2)      Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
3)      Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa “hati” dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan
4)      Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsure non karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak
  • Hiperosmolaritas
Adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Pada DM terjadinya hiperosmolaritas karena adanya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah, dan dapat berakibat terjadinya kelebihan ambang ginjal untuk memfiltrasi dan mereabsorbsi glukosa. Kelebihan ini kemudian mengakibatkan terjadinya glukosuria. Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air dan berakibat terjadinya peningkatan volume air (poliuria). Proses seperti ini mengakibatkan dehidrasi ekstraseluler dan intraseluler.
  • Starvasi seluler
Merupakan suatu kondisi dimana sel mengalami kelaparan karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam sel, yaitu insulin. Adanya starvasi seluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus (polifagi) (Sujono Riyadi, 2008).

 Diabetes Tipe 1/ Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

     DM tipe 1 dibagi lagi menjadi dua yaitu 1A yang merupakan akibat dari kelainan autoimmune yang mana terjadi destruksi sel beta pada pankreas, serta tipe 1B yang mana defisiensi insulin terjadi tanpa diketahui mekanismenya.
     Kelainan terletak pada sel beta pankreas yang tidak mampu membuat dan mengeluarkan insulin dalam jumlah dan kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi (produksi) insulin sama sekali (Christine Rosalina Lopulalan, 2008). Berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun. Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas yang kemudian merusak sel-sel pulau Langerhans di pankreas (Sujono Riyadi, 2008).

Diabetes Tipe 2/ Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)

     DM tipe 2 merupakan DM yang tidak tergantung insulin. Pada NIDDM, kelainan dapat bervariasi, diantaranya adalah:
  1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup, tetapi terdapat keterlambatan, sehingga glukosa sudah diabsorpsi masuk darah tetapi insulin belum memadai.
  2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000 – 30.000); pada obesitas bahkan hanya sekitar 20.000.
  3. Jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga insulin tidak efektif.
  4. Terdapat kelainan di pasca reseptor, sehingga proses glikolisis intra seluler terganggu.
  5. Adanya kelainan gabungan antara no 1, 2, 3, dan 4 (Christine Rosalina Lopulalan, 2008).

Tabel 2.1 Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2
(Sidartawan Soegondo, 2006)

Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin/ sama sekali tidak menghasilkan insulin
Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja
Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Faktor lingkungan (berupa infeksi virus/ faktor gizi pada masa kanak-kanak/ dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik.
Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas, sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur
Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga

Pemeriksaan Penyaring dan Diagnosis

A.     Pemeriksaan Penyaring

     Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, Toleransi Glukosa yang Terganggu (TGT), maupun Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini dengan tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT dapat disebut juga sebagai prediabetes.
     Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu factor resiko DM sebagai berikut:
1.      Usia > 45 tahun
2.      Berat badan berlebih: BBR > 110% berat badan idaman atau IMT > 23 kg/ m2
3.      Hipertensi ( 140/ 90 mmHg)
4.      Turunan pertama dari orang tua dengan DM
5.      Riwayat DM gestational, atau melahirkan bayi dengan BB lahir > 4000 gram
6.      Kolesterol HDL ≤ 35 mg/ dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/ dL (PERKENI, 2006)
B.      Diagnosis

     Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2006; Reno Gustaviani, 2006).
     Kriteria diagnostik DM dan TGT berdasarkan Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia yang dikeluarkan oleh PERKENI pada tahun 2006 adalah:
1.      Gejala klasik DM + kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/ dL; atau
2.      Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/ dL; atau
3.      Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/ dL

Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Puasa dan Glukosa Darah Sewaktu Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring
(PERKENI, 2006)


Pengambilan Sampel
Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/ dL)
Plasma vena
Darah kapiler
< 100
< 90
100-199
90-199
≥ 200
200
Kadar glukosa darah puasa (mg/ dL)
Plasma vena
Darah kapiler
< 100
< 90
100-125
90-99
≥ 126
100

Komplikasi

     DM merupakan penyakit yang memiliki komplikasi cukup banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar glukosa darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya (Sidartawan Soegondo, 2006). Komplikasi DM dapat dibagi ke dalam dua ketegori:
  • Komplikasi akut
1.      Ketoasidosis diabetik
Keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut (Pradana Soewondo, 2006). Meskipun kadar glukosa di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel mengambil energi  dari sumber yang lain. Salah satu sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh, sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun dan bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah (Sidartawan Soegondo, 2006).      
Kriteria diagnosis: kadar glukosa > 250 mg/ dL, pH < 7.35, HCO3 rendah, anion gap yang tinggi, keton serum positif.
2.      Hiperosmolar non ketotik
Ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa dissertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, dan seringkali disertai gangguan neurologis. Kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/ dL, biasanya terjadi akibat infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik (Sidartawan Soegondo, 2006).
3.      Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai < 60 mg/ dL. Pada pasien DM, keadaan hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea (Djoko Wahono Soemadji, 2006).
Faktor yang merupakan predisposisi hipoglikemia:
      - kadar insulin yang berlebihan
      - peningkatan sensitivitas insulin
      - asupan karbohidrat yang berkurang
      - absorbsi yang cepat
      - alkohol dan obat-obatan (contoh: sulfonilurea)

Tabel 2.3 Perbedaan Gejala yang Terjadi pada DM Tipe 1 dan DM Tipe 2
(Sidartawan Soegondo, 2006)

Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 2
Timbul tiba-tiba
Tidak ada gejala selama beberapa tahun. Jika insulin berkurang semakin parah maka sering berkemih dan sering merasa haus
Berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum
Jarang terjadi ketoasidosis
 Pengelolaan DM

Tujuan pengelolaan DM:
Jangka pendek à menghilangkan keluhan atau gejala DM, mempertahankan rasa                             nyaman dan sehat.
Jangka panjang à mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati
                        maupun neuropati, dengan tujuan akhir adalah untuk menurunkan                             morbiditas dan mortilitas DM. (http://perkeni.freeservers.com/kons_dm.html, 2001)
     Mengelola DM langkah yang harus dilakukan pertama adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian DM yang ditentukan belum tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis. Perencanaan makanan pada penderita DM masih tetap merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan DM, meskipun sudah sedemikian majunya riset di bidang pengobatan DM
     Menurut PERKENI 2006 terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
  1. Edukasi
  2. Terapi gizi medis
  3. Latihan jasmani
  4. Intervensi farmakologis

A.     Edukasi

      Keberhasilan pengelolaan DM membutuhkan partisipasi aktif dari pasien, keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya untuk meningkatkan motivasi. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
  • Perjalanan penyakit DM
  • Perlunya pengendalian dan pemantauan DM
  • Penyulit dan resikonya
  • Intervensi farmakologis dan non farmakologis, serta target perawatan\
  • Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin
  • Cara pemantauan glukosa darah
  • Cara mengatasi hipoglikemia
  • Pentingnya latihan jasmani yang teratur
  • Pentingnya perawatan diri

B.     Terapi Gizi Medis

     Prinsip pengaturan makan pada DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada pasien DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mampertahankan:
  1. Kadar glukosa darah mendekati normal
·         Glukosa puasa berkisar 90 – 130 mg/ dL
·         Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/ dL
·         Kadar A1c < 7%
  1. Tekanan darah < 130/ 80 mmHg
  2. Profil lipid:
·         Kolesterol LDL < 100 mg/ dL
·         Kolesterol HDL > 40 mg/ dL
·         Trigliserida < 150 mg/ dL
  1. Berat badan senormal mungkin

     Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
C.     Latihan Jasmani

     Latihan jasmani teratur  yang disarankan ialah  3- 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani masuk dalam pilar pengelolaan, sebab dengan latihan jasmani dapat menurunkan berat badan serta menambah sensitivitas terhadap insulin. Hal ini akan dapat membantu pengontrolan kadar glukosa darah. Adapun latihan jasmani yang dimaksud ialah jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Sebaiknya latihan jasmani disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Inaktivitas sebaiknya dibatasi, dengan kata lain jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.

D.      Intervensi Farmakologis

     Terapi menggunakan obat-obatan dapat ditambahkan bila sasaran dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani belum tercapai.
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
    Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
·         Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
·         Penambah sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolindion
·         Penghambat glukoneogenesis: metformin
·         Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
     Indikasi pemberian OHO adalah:
(1) Onset diabetes sesudah usia 40 tahun
(2) Menderita diabetes kurang dari 5 tahun
(3) Memerlukan insulin dengan dosis < 40 unit perhari
(4) DM tipe 2, dengan BB normal atau lebih
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
  1. Sulfonilurea
Cara kerja golongan ini adalah merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonilurea hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi peninngkatan insulin, mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon (Sujono Riyadi, 2008). Merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih (PERKENI, 2006).
  1. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan penekanan pada peningkatkan sekresi insulin. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolindion
  1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dismping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada diabetesi gemuk. Metformin diindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskuler, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek sampiang mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
  1. Tiazolindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPARγ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. tiazolidindion dikontraindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema / retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai oabat tunggal.

C. Penghambat glukoneogenesis: Metformin

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.

2. Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin dibagi menjadi 4 jenis yakni insulin kerja cepat (rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short acting insulin), insulin kerja menengah (intermediate acting insulin), insulin kerja panjang (long acting insulin) dan yang terakhir merupakan perpaduannya yakni insulin campuran tetap (premixed insulin).

Insulin diperlukan pada keadaan :
·         Penurunan berat badan yang cepat
·         Hiperglikemia berat disertai ketosis
·         Ketoasidosis diabetik
·         Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
·         Hiperglikemia dengan asidosis laktat
·         Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
·         Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke)
·         Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional
·         Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
·         Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin adalah:
1.      Efek samping uatama dari terapi insulin adalah terjadi hipoglikemi
2.      Efek samping lainnya berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menibulkanh alergi insulin atau resistensi insulin
3. Terapi kombnasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kombinasi OHO dan insulin yang banyak diguakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan malam hari menjelang tidur (PERKENI, 2006).
 Insulin

     Insulin dihasilkan oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari dua rantai, yaitu rantai A dan rantai B yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfide antar rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19, selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A (Granner, 2003). Sewaktu insulin disekresikan ke dalam darah hampir seluruhnya beredar dalam bentuk yang tidak terikat. Insulin mempunyai waktu paruh rata – rata 6 menit kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target (Guyton, 1997).
            Ada 4 langkah yang dapat dilakukan menurut Dr. Kenneth H. Cooper yang menjadi pencetus preventive medicine untuk melawan radikal bebas yang berbahaya dalam tubuh yaitu :
1. Berolah raga dengan intensitas rendah
2. Menggunakan kombinasi dari beberapa antioksidan setiap hari
3. Mengatur diet dan memasak secara benar agar antioksidan dalam makanan tidak rusak

4. Bergaya hidup bebas dari radikal bebas (Albert GO Sumampouw, 2003).

 

 

    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar